Scroll untuk baca artikel
PERSPEKTIF

Kebiasaan turun-temurun yang tak pernah mengalami perubahan

357
×

Kebiasaan turun-temurun yang tak pernah mengalami perubahan

Sebarkan artikel ini

Mudik adalah kita

Penulis: Nur Ain

Lebaran atau hari Raya Idul Fitri, merupakan salah satu hari besar yang dirayakan oleh umat muslim setelah satu bulan penuh berpuasa di bulan Ramadan. Hari itu juga disebut dengan hari kemenangan. Lantaran, seteleh berpuasa satu bulan penuh. Setelah berperang menahan lapar, dahaga, dan menahan hawa nafsu. Maka kembali ke Fitri atau pembuka kemenangan.

Setelah itu akan dirayakan dengan saling memaafkan, dan segalanya kembali sama-sama ‘nol’. Hati kembali bersih dan dimulai lagi dari nol. Sekaligus sudah menjadi bagian tradisi di Indonesia. Tahun ini adalah tahun perdana pemerintah memperbolehkan mudik setelah 2 tahun tidak diperbolehkan dengan alasan Covid-19. Menjadi momen yang begitu mengharukan dan menyenangkan bagi sebagian orang di perantauan, jauh dari keluarga.

Iya, mudik, yang juga bisa diartikan dengan ‘mulih disik’ atau ‘balik ke udik, atau ke hulu’ atau ‘pulang ke kampung halaman’. Semacam sudah menjadi tradisi dan sesuatu yang tak bisa lepas dari tradisi di Indonesia. Bahwa lebaran menjadi pertanda sudah waktunya pulang untuk berkumpul dengan keluarga dan menjenguk keluarga yang sudah lama ditinggal saat pergi ke perantauan.

Pernah mendengar atau membaca pepatah ini? “Adat Lama Pusakan Usang” artinya, Kebiasaan yang sudah turun-temurun yang tak pernah mengalami perubahan.

Baca Juga:   10 Tradisi unik menyambut Idul Fitri di Indonesia

Mudik merupakan salah satu kebiasaan yang juga sudah turun-temurun. Dan menurut penulis tak banyak mengalami perubahan. Juga menjadi suatu hal yang selalu ditunggu setiap tahunnya. Padahal tanpa menunggu momen lebaran, tetap saja bisa mudik atau pulang ke kampung halaman, namun suasananya tak akan seperti saat lebaran. Karena sebagian orang menganggap untuk merayakan kemenangan setelah berperang atau berpuasa satu bulan penuh.

Ada satu hal ini yang pasti sudah tak asing lagi. Benar, ialah halal bihalal atau reuni istilahnya. Berkumpul dengan semua sanak keluarga atau teman di suatu rumah atau tempat. Jadi tak perlu lagi harus berkunjung satu persatu ke rumahnya.
Acara ini menjadi perayaan yang begitu dinanti oleh semua orang. Terkadang agenda tersebut dilaksanakan beberapa tahun sekali. Dan pastinya menjadi suatu yang paling ditunggu anak-anak kecil, atau anak-anak dari sanak keluarga. Untuk bisa menikmati dari bagian rejeki dari bagi-bagi THR, haha.

Namun pernah tidak kalian merasa hampa dan kosong sekali di usia yang semakin dewasa ini? Seperti, lebaran, ya hanya begitu-begitu saja tidak ada yang menarik. Mungkin, itu sesuatu yang dirayakan setelah bergantinya tahun ke tahun. Pasti juga akan begitu-begitu saja. Bertemu dan berkumpul dengan saudara, yang bahkan itu bisa dilakukan kapan pun dan di manapun jika mempunyai kehendak untuk berkumpul. Tak perlu harus menunggu momen lebaran atau sebelum lebaran ada berbuka bersama keluarga ini dan ini.

Baca Juga:   Tips agar uang THR tak diambil emak, gokil abis

Pernah tidak merasakan hal tersebut?
Jikalau pun iya, itu tidak masalah. Toh memang manusia itu selalu dirancang untuk menemukan sesuatu yang akan menjawab seluruh rasa penasarannya, juga mencari ketenangan yang menjadi puncak kegelisahan dan keresahan yang sulit dikendalikan. Sekali lagi, hal tersebut wajar sekali.

Tapi, jangan lantas menjadikan hal tersebut untuk tidak mempercayai semua orang dan menganggap hal tersebut berlebihan, juga biasa saja. Seperti kalimat bijak yang sudah begitu umum berseliweran di media sosial. Bahwa, letak bahagia seseorang itu berbeda-beda. Tak ada yang tahu pasti bagaimana ia akan berbahagia lagi. Apakah dengan momen sama, juga orang yang sama akan berbahagia, meskipun itu dilakukan berulang-ulang.

Juga, bersosial menurut teori behavioristic dalam Psikologi, menjadikan seseorang lebih mengerti atau mempunyai cukup banyak pegangan atau pengalaman untuk menjalani kehidupan mendatang.

Dalam hal ini, pengalaman tak mesti datang dari atau sesuatu yang menimpa diri sendiri. Melainkan pengalaman dari mendengarkan. Dari hal tersebut akan mengasah kemampuan empati juga simpati yang makin baik. Lebih peduli terhadap seseorang, dan tanpa sadar mampu menolong orang tersebut.

Bertemu dengan orang lama pasti akan membuat pikiran bernostalgia dan sesuatu di pikiran menjadi ringan. Juga, itu adalah saudara atau sanak keluarga yang memang perlu dibantu. Bantuan tak harus finansial. Menjadi pendengarnya, dan teman tertawanya, yang siapa tahu mereka mencari kebahagiaan dari perkumpulan atau momen saat halal bihalal tersebut.

Baca Juga:   Bikin ketawa, pakai baju Koki saat Lebaran

Jangan lupakan salah satu tradisi yang amat disenengi dan sangat digemari anak-anak. Dan ayolah jujur saja, dulu, kalian pasti juga menantikan hal ini bukan? Ataupun kalau tidak, maka jangan lupa berbagi sebagian rejeki kalian pada sanak keluarga yang masih kecil tersebut.

Tanpa  tahu, saat sudah tak menemukan lagi keseruan dari cerita sesame saudara, dengan melihat tawa riang anak-anak kecil yang berlompatan mendapat THR, tetap ada sesuatu dari dalam diri membuat atau menimbulkan kelegaan.

Rumah atau acara menjadi begitu ramai. Entah mulai dari mereka yang saling mengintip dapat THR berapa, atau yang sama sekali belum paham apa itu THR dan menolaknya mentah-mentah.

Lebaran, perayaan yang memang sama setiap tahunnya. Namun semoga tak lantas membuat diri yang akhirnya menemukan kata ‘hampa’ yang tak dinyana sebelumnya, untuk memutus tradisi atau adat yang telah menjadi turun temurun.

Raya Keempat, 5/5/22