Sepotong hati yang sempurna itu seperti apa?

Berawal sejak remaja

Oleh: Pravita Windi Anatasa Nitria

Pernah tidak kamu mendengar sebuah cerita tentang seseorang yang memiliki bentuk hati paling sempurna? Aku mendengar cerita ini dari mata pelajaran bahasa Inggris. Kisah itu bermula dari seorang pemuda yang memiliki bentuk hati paling sempurna, tidak ada cacat dan lecetnya. Ia memamerkan hati itu kepada setiap orang yang ditemuinya. Ingat, ini hanya kisah fiksi dan jika kamu bertanya bagaimana cara orang tersebut memperlihatkan bentuk hatinya yang sempurna maka tentu dengan membelah perutnya. Sehingga, tampak lah wujud hatinya yang sempurna itu. Ia memperlihatkannya kepada siapa saja yang ditemuinya dan mereka semua takjub dengan kesempurnaan hati pemuda itu. Lantas pertanyaannya apakah benar hati pemuda itu paling sempurna? Memang tidak ada cacat dan luka sedikit pun. Itukah yang disebut sebuah hati sempurna? Mungkin begitu. Kita bisa jadi meng-iyakannya.

Maka kisah ini akan memiliki sudut pandang lain, saat kamu tahu ada tokoh lainnya yang juga akan membumbui isi cerita. Seorang lelaki tua yang juga memperlihatkan bentuk hatinya, bedanya hatinya sudah tidak utuh. Penuh luka, sayatan, cabikan, dan tidak sempurna seperti hati pemuda tadi. Bagaimana bisa hati lelaki tua itu dibandingkan dengan hati pemuda tadi? Sangat jauh berbeda dan bisa jadi hati lelaki tua itu dianggap hati yang paling tidak sempurna. Tetapi, kamu perlu tahu alur cerita selanjutnya. Lelaki itu pun mengatakan, bahwa mungkin hati pemuda itu memiliki bentuk yang indah dan tanpa sedikit pun bekas luka. Namun, perlu kamu tahu itu bukan hati yang sempurna sebab ia tidak seperti hati lelaki tua tadi. Lelaki tua tadi telah membagikan hatinya kepada mereka yang membutuhkan, makanya bentuknya sudah tidak menyerupai hati. Penuh sayatan, luka, sobekan, memar, dan tak enak dilihat. Sedangkan, pemuda itu belum pernah sedikit pun melakukan apa yang dilakukan lelaki tua itu. Akhirnya, pemuda itu pun memberikan sedikit hatinya untuk menambal hati lelaki tua tadi. Lantas, pelajaran apa yang telah kamu dapatkan dari cerita tersebut? Menurutku, ini adalah salah satu cerita yang menarik dari sekian cerita yang kudengarkan dari cerita lainnya. Kadang kesempurnaan kita pikir seperti pemuda tadi. Tapi bagaimana tanggapanmu, saat mendengar cerita dari lelaki tua itu dan akhir dari kisahnya?

Baca Juga:   Bedanya Kucing Betina dan Jantan, Ini Dia Faktanya!

Kisah ini memang fiksi, jangan terlalu fokus dengan bagian di mana keduanya saling membelah tubuhnya. Tentu saja itu tidak mungkin di dunia nyata. Kamu dapat mengambil sesuatu hal jika penting untuk diambil. Tetapi jika tidak, maka tidak perlu. Namun, kalau kamu mau tahu pendapatku tentang kisah ini. Maka, aku akan mengatakan bahwa kisah ini mengajarkan kita untuk tidak sombong dengan apa yang kita miliki. Tidak hanya itu, tetapi juga yang kita anggap sempurna dalam hidup kita. Atau justru sebaliknya, kita berusaha mengejar kesempurnaan atau hal-hal yang kita anggap mampu menjadikan diri kita baik tapi sebaliknya. Kita justru tidak tahu estetika dari kebaikan atau kesempurnaan itu. Maka, kita dapat belajar dari lelaki tua itu bahwa sebuah kesempurnaan atau kebaikan adalah sesuatu hal yang mampu dicapai orang-orang yang mau memberikan banyak hal.

Share