Sumber-sumber minyak dan gas bumi di Bojonegoro, apa saja?

Apa yang paling dikenal dari Kabupaten Bojonegoro? Setidaknya ada hal yang paling dikenal dari Bojonegoro. Yakni minyak. Minyak tentu saja merujuk dengan banyaknya sumber minyak di daerah ujung kulon Jawa Timur ini.

Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tuban di utara, Lamongan di timur, Nganjuk, Madiun, dan Ngawi di selatan, serta Kabupaten Blora  (Jawa Tengah) di barat. Bagian barat Bojonegoro (perbatasan dengan Jawa Tengah).

Populasi Penduduk di Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 mencapai 1.453.880 jiwa (453.726) KK dibandingkan Tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,05%.  Penduduk paling padat berada di Kecamatan Bojonegoro yakni mencapai  98.566 jiwa, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Ngambon dengan jumlah penduduk hanya mencapai 13.118 jiwa.

Sumber Minyak dan Gas di Kabupaten Bojonegoro:

Blok Cepu

Blok Cepu merupakan ladang minyak yang cukup besar, berada di wilayah Bojonegoro (tepatnya di Kecamatan Gayam) dan wilayah Blora-Jawa Tengah.

Di laman exxonmobil, dijelaskan bahwa di Blok Cepu terdapat proyek proyek Banyu Urip yang merupakan pengembangan awal di bawah Wilayah Kontrak Cepu dengan perkiraan cadangan minyak sebesar 450 juta barel yang diumumkan pada April 2001. Pada produksi puncaknya, Banyu Urip memproduksi sebanyak 165.000 barel minyal per hari. Produksi awal lapangan Banyu Urip dimulai pada Desember 2008 melalui Fasilitas Produksi Awal (Early Production Facility/EPF) yang mulai berproduksi dengan kapasitas 20.000 barel minyak per hari pada Agustus 2009.

Baca Juga:   Sejarah singkat Blok Cepu Bojonegoro, dulu bernama Panolan

Hingga 26 September 2018, produksi minyak Banyu Urip mencapai 212 ribu barel per hari (bph). SKK Migas menargetkan untuk tahun depan lifting minyak Cepu bisa mencapai 212 ribu bph, lebih tinggi dari target tahun ini 205 ribu bph.

Kedung Keris

Exxon Mobil menyebut pengeboran sumur Kedung Keris-1 dilakukan di daratan hingga kedalaman 7.032 kaki atau 2.143 meter. Sumur ini bertepatan dengan lapisan minyak setebal 561 kaki atau 171 meter di zona karbonat sasaran. Letaknya 14 kilometer dari Lapangan Banyu Urip yang ditemukan pada 2001.

Lapangan Kedung Keris tercatat memiliki cadangan minyak sekitar 20 juta barel dan produksinya 5.000 barel per hari (bph). Kedung Keris sendiri berada di KEcamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro.

Baca Juga:   Wisata religi Kubur Kalang, situs prasejarah

Lapangan Sukowati

Lapangan minyak ini berada di tengah kota Bojonegoro, tepatnya di belakang RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, masuk wilayah Kecamatan Bojonegoro dan Kecamatan Kapas.

PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) resmi mengelola Lapangan Unitisasi Sukowati sesuai keputusan Menteri ESDM Nomor 2800/13/MEM.M/2018 tanggal 17 Mei 2018, Lapangan Sukowati yang sebelumnya dioperatori oleh Joint Operating Body-Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ), pada 20 Mei 2018 diserahkelolakan kepada PT Pertamina EP.

Hingga akhir 2017, produksi JOB PPEJ mencapai tingkat produksi minyak (gross) sebesar 10,5 ribu barel per hari dan produksi gas (gross) sebesar 14,2 juta standar kaki kubik per hari.

Kawasan Minyak Rakyat

Ada satu kawasan di Bojonegoro yang memiliki banyak sumber minyak dan terdapat ratusan sumur minyak. Yakni di Wilayah Kecamatan Kedewan berada 73 kilo meter barat Kota Bojonegoro. Kedewan merupakan Ibukota Kecamatan (IKK) yang mempunyai 5 (lima) desa yakni, Kedewan, Beji, Hargomulyo, Wonocolo dan Kawengan. Di kecamatan ini terdapat 200 sumur minyak tua yang dikelola oleh rakyat.

Baca Juga:   Sejarah singkat Pertamina EP Cepu, operator lapangan Jambaran Tiung Biru

Kawasan minyak tua ini masuk Wilayah Kerja Penambangan (WKP) anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di sektor hulu, yakni Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Asset 4 Field Cepu.  Sumur minyak ini adalah peninggalan masa Pemerintah Hindia Belanda.

Jambaran-Tiung Biru (JTB)

Proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC). Proyek di Desa Bandungrejo, Kabupaten Bojonegoro dimuli pada 25 September 2017. Diproyeksikan JTB memiliki kapasitas produksi mencapai 330 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Untuk biaya investasi diperkirakan mencapai US$ 1,547 miliar atau sekitar Rp 20,5 triliun.

Nantinya produksi gas yang dihasilkan melalui enam sumur akan diolah melalui GPF (gas processing facilities). Dari rata-rata produksi sebesar 330 MMSCFD, GPF memisahkan kandungan karbon dioksida (CO2) dan Hidrogen Sulfida (H2S), sehingga menghasilkan gas yang dapat dijual sebesar 172 MMSCFD.

 

 

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *